Netral.id-Aceh | Pada zaman Aceh Darussalam masih ber- daulat, yaitu sejak Sultan Iskandar Muda berkuasa, lembaga- lembaga pemerintahan terus dilengkapi dan disusun dengan teratur. Sejak itu hukum di Kerajaan Aceh Darussalam sudah berkembang dengan sumber-sumber yang jelas dan hukum pada waktu itupun berlaku dengan tegas. Oleh karena itu, bagi pakar hukum kerajaan membuat kelompok hukum tersebut seperti yang diuraikan sebagai berikut.
1. Hukum Syari’at (hukum islam)
2. Hukum Mahkamah.
3. Hukum Adat.
A. HUKUM SYARI’AT
Yang dimaksud hukum syari’at adalah hukum Islam. Dalam uraian ini penulis membuat nama hukum Islam ini dengan “Hukum Syari’at”. Hal ini guna memudahkan pembaca dalam menganalisa dan supaya mudah pula bagi penulis dalam membuat suatu pembahasan. Agar tidak terjadi salah pengertian secara umum, hukum Syari’at diungkapkan dalam tulisan ini hanya yang pokok-pokok saja, sebagai gambaran bagi kita semua supaya mendapatkan satu perbedaan diantara ketiga hukum tersebut, yaitu perbedaan antara hukum Syari’at dengan hukum Mahkamah, dan Hukum Adat. Hukum Syari’at hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam saja, tidak diberlakukan bagi penganut agama lain. Hukum Syari’at bersumber pada 4 (empat) perkara, yaitu:
1. Al Qur’an
2. Sunnah (Al Hadist)
3. Ijma’ dan
4. Qiyas
A.1 AL QURAN
a. Arti Al Qur’an.
Al Quran adalah wahyu Allah SWT, sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dia berfungsi sebagai sumber hukum untuk pedoman hidup bagi umat manusia pemeluk agama Islam. Apabila dibaca menjadi ibadah dan mendapat pahala dari Allah swt. Al Quran mempunyai nama-nama lain, seperti Kitabullah, Al Kitab, Al Furqan, yang artinya membedakan antara yang haq dan yang bathil. Masih banyak nama-nama Al Quran yang lain.
b. Pokok pokok isi Al Quran
Al Quran apabila dibuat atau dikelompokkan isinya, dapat digolongkan di atas 5 (lima) kelompok dasar. Ia juga disebut sebagai pokok-pokok isi Al Quran.
1. Tauhid adalah kepercayaan kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kemudian, qadha dan qadar, baik dan buruk.
2. Ibadat Yaitu tuntunan beribadat sebagai perbuatan yang menghidupkan jiwa tauhid.
3. Janji dan ancaman Al Quran menjanjikan pahala bagi orang yang mau menerima dan mengamalkan isi Al Quran. Allah mengancam mereka yang mengingkari Al Quran dengan siksaan.
4. Hukum Yaitu hukum yang dikehendaki dalam pergaulan ber masyarakat untuk kebaikan hidup di dunia dan Akhirat.
5. Kisah/Sejarah.
Yaitu kisah orang-orang yang tunduk dan patuh kepada Allah swt. Mereka adalah orang-orang yang shaleh, seperti kisah nabi-nabi dan rasul, juga sejarah/ kisah mereka yang ingkar terhadap agama Allah, serta hukumnya. Guna sejarah ini sebagai tuntunan, pedoman, dan tauladan bagi orang yang ingin mencaribkebahagiaan dan juga melingkupi tuntunan akhlak budi pekerti. Al Quran diturunkan Allah swt. untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum serta disampaikan kepada seluruh umat manusia untuk diamalkan segala perintah-Nya dan ditinggalkan segala larangan-Nya.
A.2 SUNNAH
a. Arti Sunnah
Sunnah menurut bahasa adalah perjalanan, pekerjaan atau cara. Jika menurut istilah Syarak, sunnah ialah kata-kata Nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan keterangan atas sesuatu perbuatan atau diperbuat para sahabat yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw. Tidak ditegurnya sebagai bukti perbuatan itu tidak dilarang hukumnya.
b. Pembagian Sunnah.
Sunnah terbagi atas tiga, yaitu:
1.Sunnah Qauliyah,
2. Sunnah Fi’liyah, dan
3.Sunnah Taqririyah.
Sunnnah Qauliyah, ialah kata-kata Nabi Muhammad saw., yang menerangkan hukum-hukum dalam Islam serta maksud isi Al Quran yang mengandung hikmah, ilmu pengetahuan, peradaban, dan juga mengajak manusia berbuat dalam kehidupan berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang luhur.
Sunnah Fi’liyah, yaitu perbuatan Nabi Muhammad saw, menerangkan cara melaksanakan ibadat, misalnya cara berwudhu, cara melakukan Shalat dan lain-lainnya.
Sunnah Taqririyah, yaitu apabila Nabi Muhammad saw. mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkaataan atau melihat mereka melakukan suatu perbuatan, lalu ditetapkan atau diamkan oleh Nabi Muhammad saw., dan tidak ditegur atau dilarang. Maka hal yang demikian dinamakan dengan sunnah atau ketetapan Nabi saw.
Selain dari ketiga sunnah tadi, ada pula sunnah yang dinamakan Sunnah Hammiyah, yaitu suatu yang dikehendaki dan diinginkan oleh Nabi Muhammad saw., belum sempat dikerjakan. Misalnya berpuasa pada 9 Muharram, belum sempat dikerjakan, beliau telah wafat. Walau keinginan belum terlaksana, para ulama menganggap puasa sunnah puasa 19 Muharram itu adalah sunnah.
c. Sunnah Menjadi Hujjah.
Sunnah itu dapat menjadi hujjah, yaitu menjadi dua fungsi.
1. Menjelaskan maksud dari ayat Al Quran, dan
2. Berdiri sendiri dalam menentukan sebagian dari pada beberapa hukum.
A.3 IJMA’
a. Arti Ijma’
Ijma’ menurut bahasa adalah “sepakat, setuju, atau sependapat”. Kesepekatannya, dalam kebulatan pendapat semua ahli ijtihad umat Muhammad saw., setelah wafatnya suatu masa tentang suatu masalah.
Ijma’ sebagai hujjah; akan menjadi hujjah (pegangan), apabila di suatu saat hukum itu tidak didapati dalil (nash), yaitu Al Quran da Al Hadist, dan tidak menjadi ijma’ kecuali telah disepakati oleh segala ulama Islam. Hal ini selama tidak menyalahi nash dan qath ‘i, (Kitabullah dan Hadist mutawatir).
Sandaran Ijma’; ijma’ tidak dianggap sah kecuali mempunyai sandaran yang kuat, sebab ijmak itu bukan dalil yang berdiri sendiri. Sandaran ijma’ adakalanya dalil yang qath’i, yaitu Al Quran dan hadist Mutawatir. Adakalanya berupa dalil dzanni, yaitu hadist ahad dan qiyas. Jika sandaran ijma’ hadist ahad, hadist ahad akan bertambah tampangnya.
b. Pembagian Ijma’,
Ijmak dapat dibagi dua; qauli dan sukuti.
1. Ijma’ Qauli (ucapan), yaitu bahwa para ulama menetapkan pendapatnya, baik dengan lisan maupun dengan tulisan, menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma’ ini juga disebut ijma’ qath’i.
2. Ijma’ Sukuti (diam), yaitu ijma’ yang para ulama ijtihad berdiam diri, tidak mengeluarkan pendapatnya atas nujtahid lain. Diamnya itu bukan karena takut atau malu. Ijma’ ini disebut juga ijma’ dzanni.
Di samping ijma’ yang sudah disebutkan tadi, masih ada beberapa ijma’ lain, yaitu;
1. Ijma’ Sahabat.
2. Ijma’ Ulama Madinah.
3. Ijma’ Ulama Kufah
4. Ijma’ Khulafa yang empati.
5. Ijma’ Abu Bakar dan Umar
6. Ijma’ Itrah, yakni ahli bait = Golongan Syi’ah.
1.4 QIYAS
Qiyas menurut bahasa artinya “Mengukur sesuatu dengan yang lainnya dan mempersamakannya.” Menurut istilah, qiyas ialah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan adanya persamaan di antara keduanya.
Kedudukan qiyas menurut para ulama adalah hujah keempat setelah Al Quran, Al Hadist. Ijma’ mereka para ulama berpendapat demikian berdasarkan firman Allah swt. dalam Al Quran, yaitu;
فَاعْتَبِرُوا يَتأُولِي الْأَبْصَرِ
“Hendaklah kamu mengambil iktibar (ibarat pelajaran) hai orang-orang yang berpikir. (QS. Al-Hasyr:2)
Qiyas terdiri atas empat rukun.
1. Ashal (pangkal) yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan, (musyabbahbih).
2. Far’un (cabang) ialah yang diukur diserupakan (Musyabbah).
3. ‘Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan Cabang.
4. Hukum, yang ditetapkan pada far’i sesudah tetap pada ashal. (Peradaban Aceh (Tamadun II/ Emtas)
Artikel ini sudah tayang di https://maa.acehprov.go.id/berita/kategori/hukum-adat/hukum-pemerintahan-negara-kerajaan-aceh-darussalam-era-sultan-iskandar-muda